Pengalaman Pribadi Menggunakan MacBook Pro 13 Inch Mid-2010 di Tahun 2019
October 17, 2019Saya mulai menggunakan laptop Apple di awal tahun 2019. Bukan MacBook Pro terbaru, tapi MacBook Pro Mid-2010. 9 tahun berlalu, teknologi berkembang begitu cepat dan saya malah menggunakan produk lawas.
Perkenalan dengan produk Apple bermula ketika menggunakan laptop MacBook 13 Inch milik adik ipar saya. Saya kagum dengan kualitas warna layar, trackpad dan performanya walaupun prosesornya Intel Core2 Duo.
Saya beli dengan harga Rp 4.900.000, kondisinya masih bagus secara fisik dan internal. Ada sedikit dent bagian ujung bawah, mungkin pernah terbentur atau jatuh tapi tidak ada efek negatif ke performa laptop atau layarnya. Soal kelengkapan memang cuma unit laptop dan charger saja, beruntung keduanya masih berfungsi normal. Semuanya berjalan lancar saat saya tes di toko.
MacBook Pro ini sudah menggunakan bodi berbahan alumunium, jadi meskipun 9 tahun berlalu fisiknya masih bagus, sepertinya dirawat dengan baik oleh pemilik pertama. Kesan elegan langsung terasa ketika saya memegangnya. Bobotnya cukup berat, tapi justru terasa mantap ketika dibawa.
Tampilan Fisik dan Konektivitas
Seri MacBook Pro ini masih dengan ciri khas logo Apple yang menyala. Layarnya terasa kokoh, bodinya saat dipegang satu tangan terasa rigid. Soal konektivitasnya cukup lengkap, 2 USB 2.0, slot kartu SD, audio, LAN, Firewire dan Bluetooth 2.1+EDR. Bagian yang menarik adalah port MagSafe, konektor daya ini pakai magnet jadi tidak perlu dicolok, cukup didekatkan saja maka akan otomatis menempel.
Layar, Keyboard dan Trackpad
Resolusi layarnya 1280 x 800 dengan dimensi layar 13,3 inci ditenagai NVIDIA GeForce 320M 256 MB. Menonton video di YouTube dengan resolusi HD (1280 x 720) lancar dan entah kenapa warnanya lebih enak dilihat daripada monitor Asus yang biasa saya pakai di rumah. Cuma layarnya glossy, jadi ketika dipakai membelakangi sumber cahaya maka akan terpantul jelas.
Papan ketiknya empuk dan jaraknya wajar. Saya masih bisa mengetik dengan kecepatan 90 KPM di keyboard MacBook Pro ini. Saat pertama kali saya harus menyesuaikan diri dengan kombinasi tombol di sistem macOS seperti Fn, Control, Option dan Command, tapi tidak butuh lama untuk terbiasa.
Dulu di laptop Windows, fungsi seperti pengaturan kecerahan layar atau volume suara ditekan menggunakan kombinasi Fn + F1 (misalnya). Nah, kalau di Apple ini beda, langsung tekan saja tanpa tombol Fn. Nah, kalau misalnya saya mau membuka developer console di Firefox baru deh saya tekan kombinasi Fn + F12. Kalau dipikir-pikir tombol F1 sampai F12 itu jarang banget dipakai lho.
Trackpad, menurut saya pribadi ini adalah keunggulan dari laptop Apple. Sejak menggunakan laptop ini saya tidak pernah pakai mouse. Bagian yang saya suka adalah fitur gestures, misalnya “usap 3 jari ke atas” untuk melihat aplikasi apa saja yang sedang berjalan. Sedangkan “usap 3 jari ke bawah” namanya App Expose, untuk melihat jendela aplikasi yang sedang aktif. Sebagai pengguna Windows, saya sempat bingung cara mencari aplikasi yang terpasang. Ternyata caranya sangat mudah, cukup dengan gerakan pinch menggunakan ibu jari dan 3 jari langsung terlihat dalam bentuk susunan icon 7 x 5.
Prosesor, Storage, RAM dan Sistem Operasi
Intel Core2 Duo P8600, 2 Cores frekuensi 2.4 GHz tanpa hyper-treading dan tanpa turbo boost. Sudah terbayang betapa lawasnya laptop ini? Walaupun begitu, prosesor ini mendukung instruction set 64-bit jadi belum ketinggalan banget.
RAM bawaannya 4 GB (2 keping masing-masing 2 GB). Spesifikasinya DDR3 PC3-8500 1.066 MHz dan bisa ditambah sampai 8 GB, tapi untuk kebutuhan saya pribadi 4 GB sudah cukup dan kebetulan juga harga RAM untuk MacBook Pro ini cukup mahal, Rp 750.000 untuk 2 keping total 8 GB jadi saya memilih upgrade SSD saja.
Saat pembelian, sistem operasi yang terpasang adalah OSX El Capitan menggunakan hard disk Seagate Momentum XT 500 GB berkecepatan 7.200 RPM. Sekarang sudah saya upgrade ke SSD dengan sistem operasi High Sierra. Oh iya, macOS High Sierra ini diluncurkan 25 September 2017 dan kabar baiknya tersedia secara resmi untuk seri Mid-2010 ini jadi tidak perlu patcher.
Pembaruan terakhir adalah versi 10.13.6 pada 6 Juli 2019. Entah bagaimana nasib laptop Windows yang satu zaman dengan seri ini (sama-sama pakai Intel Core2 Duo P8600), apakah masih bisa menggunakan Windows 10. Mungkin lebih tepat pertanyaannya, apakah masih bisa dipakai secara nyaman? 🙂
Nah, sejak upgrade ke SSD terasa lebih signifikan performanya saat buka aplikasi dan booting walaupun jarang saya shutdown. Di bawah ini perbandingan kecepatan baca tulisnya antara SSD dan HDD:
Edit & Render Video
iMovie adalah aplikasi buatan Apple untuk edit video, tapi saya terbiasa menggunakan Shotcut saat pakai komputer Windows dan untungnya tersedia juga di macOS. Melihat spesifikasi prosesornya tentu saya tidak begitu yakin proses rendering cepat selesai. Proses edit juga tidak terlalu smooth tapi masih wajar (tidak bikin emosi). Hasilnya bisa dilihat di screenshot di bawah ini.
Pemakaian Harian
Kenapa saya bahas edit dan render video sebelum pemakaian harian? Begini, sebuah laptop kalau masih bisa digunakan untuk edit dan render video saya yakin untuk sekedar browsing atau edit foto ringan pasti lancar. Berikut ini daftar aplikasi yang saya pasang di MacBook Pro 13 Mid-2010:
- Firefox Quantum, untuk browsing dan update blog. Maksimal tab sampai 10, pernah juga 1 jendela aktif di background sambil mengetik, lancar tanpa lag.
- Shotcut, urusan edit video saya pakai aplikasi ini walaupun ada iMovie.
- LibreOffice. Pengganti Microsoft Word.
- Cyberduck. Aplikasi untuk akses ke server.
- GIMP dan Photoscape X. Kedua aplikasi ini saya gunakan untuk edit foto dan gambar.
- OBS. Merekam layar sekaligus suara dari microphone eksternal, jarang dipakai sih kecuali ketika mau bikin video tutorial.
Daya Tahan Baterai
Dengan cycle count sebesar 554 saat tulisan ini diketik, baterainya masih sanggup bertahan sekitar 3 jam untuk pemakaian browsing. Kalau lagi sering nonton YouTube biasanya kurang dari 3 jam. Kondisi baterainya normal dan secara fisik saya cek masih rata. Semoga awet sampai nanti saya beli MacBook Pro terbaru. Amin.
Kesimpulan
MacBook Pro 13 Inch Mid-2010 ini cocok untuk orang-orang seperti saya yang kebutuhan hariannya lebih sering menggunakan browser. Walaupun bisa untuk edit video tapi tidak saya sarankan karena sepertinya terlalu “menyiksa”.
Kalau cuma untuk browsing dan menulis di aplikasi pengolah kata, buat apa beli MacBook bekas lawas seperti ini? Nah, pertanyaan ini pernah melintas di benak saya. Dengan anggaran 4.9 juta memang dapat laptop baru, tapi sekarang saya paham kalau membeli laptop itu bukan sekedar spesifikasinya.
Pengalaman saat menggunakan laptopnya itu lebih berharga dan semua orang punya preferensi sendiri. Saya pribadi sudah memutuskan untuk menggunakan produk Apple, dimulai dari laptop dan belakangan ini ponsel pintarnya.
Artikel Menarik Lainnya
Memanfaatkan Private Relay (Beta) di macOS Monterey
Alasan Pakai WhatsApp Desktop for Mac
Mengatasi Error Tidak Bisa Komentar di Platform Blogger pada Safari